Halaman

Jumat, 31 Mei 2013

UPAYA MENCEGAH KORUPSI DENGAN PEMBATASAN DANA MAKSIMAL KAMPANYE

UPAYA MENCEGAH KORUPSI DENGAN PEMBATASAN DANA MAKSIMAL KAMPANYE

Ali Sunarno*
*Mahasiswa Universitas Negeri Malang Prodi Pendidikan IPS Tahun 2012
 Email : alisunarno2905@gmail.com
Abstrak
Rendahnya pendapatan penyelenggara negara merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya korupsi. Sebab, hal ini berhubungan dengan pengembalian modal saat kampanye, baik untuk 'money politics’ maupun lainnya. Padahal, gaji pokok dan tunjangan untuk kebutuhan hidup pejabat masih belum seimbang dengan pengeluaran setiap bulan, apalagi pejabat yang terpilih dengan jalan pintas: money politics. Dengan demikian, korupsi di negeri ini seperti hilang satu tumbuh seribu meskipun kinerja komisi pemberantasan korupsi sudah mati-matian memberantas-nya. Untuk itu, pembatasan dana maksimal untuk kampanye sangat tepat digunakan untuk solusi permasalahan ini, karena dengan adanya pembatasan ini, maka para calon tidak akan mengeluarkan modal kampanye banyak, sehingga sangat sedikit kemungkinan untuk mengembalikan modal dengan korupsi.
Kata Kunci: pencegahan korupsi, dana kampanye, biaya politik

Korupsi merupakan hal yang paling menarik untuk dijadikan sebagai jalan pintas dalam mengembalikan modal saat pemilu (modal kampanye). Di negeri ini yang namanya korupsi sudah dijadikan sebuah hobi, bahkan sudah menjamur dan membudaya, baik di tingkat daerah maupun pusat. Hal ini merupakan salah satu indikator degradasi moral para pejabat bangsa ini, sehingga muncul pertanyaan besar: apakah korupsi ini disebabkan pelaksanaan demokrasi yang kurang dewasa bangsa ini yang selalu mengedepankan uang untuk meraih kekuasaan (tahta).
Rendahnya pendapatan penyelenggara negara berpeluang besar mengakibatkan tindak korupsi. Sebab hal ini berkaitan dengan pengembalian modal kampanye yang sangat tinggi.. Padahal, gaji pokok dan tunjangan untuk kebutuhan hidup pejabat masih belum seimbang dengan jumlah pengeluaran pada saat kampanye , apalagi pejabat yang terpilih dengan jalan pintas: money politics. Hal ini dapat dianalogikan dengan gaji seorang Walikota sebesar Rp 12 juta perbulan, sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk kampanye sebesar Rp 6 milyar dengan masa jabatan 5 tahun (60 bulan). Jumlah total yang diterima selama menjabat sebagai Walikota adalah Rp 720 juta. padahal modal yang dikeluarkan untuk kampanye sebesar 6 milyar, sehingga hal ini rawan untuk mencari jalan pintas, yaitu korupsi.
Dari gambaran di atas terlihat adanya degradasi moral para pejabat yang berujung pada tindakan korupsi yang digunakan sebagai jalan pintas untuk mengembalikan modal kampanye saat pemilu, sehingga pembatasan dana kampanye sangat strategis untuk mencegah terjadinya korupsi tersebut. Untuk itu, tulisan ini bertujuan untuk melakukan tinjauan terhadap langkah-langkah strategis yang dapat ditempuh dalam melakukan pencegahan korupsi melalui pembatasan dana maksimal kampanye guna menciptakan pemerintah yang bersih.

UPAYA MENCEGAH KORUPSI DENGAN PEMBATASAN DANA MAKSIMAL KAMPANYE
Kenyataan  membuktikan bahwa para pejabat bangsa ini seringkali terlibat dengan tindakan korupsi, bahkan tidak sedikit juga yang masuk penjara karena hal ini. Salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya pendapatan penyelenggara Negara, karena hal ini ada hubungannya dengan pengembalian modal saat kampenye, yaitu saat sebelum menjadi pejabat.
Hal tersebut dapat dicontohkan dengan penyelenggaraan Pilkada Kota Malang pada tahun 2013 ini. Dari data yang dirilis MCW (Malang Corruption Watch), dana kampanye minimal yang dikeluarkan para calon adalah Rp 6. 469.476.500. Biaya ini meliputi pembuatan baliho, kaus, mobil kampanye, stikerisasi, poster, biaya pertemuan warga, konsultan, biaya tim sukses dan saksi di TPS. (Surya, 13 Maret 2013)
Hayyi Ali, Koordinator Pendidikan Pemilih dan Pemantau Pilkada Kota Malang, merinci bahwa angka biaya tersebut berdasar hitungan minimal dari 57 kelurahan di Kota Malang. Untuk pembuatan baliho para calon menghabiskan uang Rp 1.643.880.000. Hitungannya setiap kelurahan mereka memasang 200 baliho ukuran 50 cm x 100 cm dan dua baliho ukuran 7 m x 3 m. Biaya pembuatan kaus mencapai Rp 2,8 milyar. Angka ini diambil dari 350.000 kaus yang dibuat seharga Rp 8.000 per buah. Biaya pertemuan warga dengan asumsi dua pertemuan per kelurahan, sehingga total ada 114 pertemuan. Setiap pertemuan membutuhkan biaya Rp 4 juta dan ketemu angka Rp 456 juta. Dana politik ini akan semakin menggelembung jika setiap calon menggunakan praktik kotor money politics. Money politics ini bisa berupa pemberian uang atau baran
Biaya politik yang begitu besar tidak sebanding dengan gaji walikota saat menjabat nanti. Berdasar hitungan MCW gaji Walikota Malang per bulan sekitar Rp 12.189.925. Koordinator Malang Corruption Watch (MCW), Didit Sholeh menjelaskan, gaji wali kota senilai Rp 12 juta lebih itu terdiri dari gaji pokok Rp 3.900.000; tunjangan keluarga Rp 426.000; tunjangan jabatan Rp 7.020.000; tunjangan beras Rp 282.800; dan tunjangan PPh/khusus Rp 561.125. (Kompas, 13 Maret 2013)
Bila dihitung dengan gaji Walikota sebesar Rp 12.189.925 perbulan, sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk kampanye sebesar Rp 6.469.476.500 dengan masa jabatan 5 tahun (60 bulan). Jumlah total yang diterima selama menjabat sebagai Walikota adalah Rp 731.395.500. padahal modal yang dikeluarkan untuk kampanye sebesar 6 milyar lebih, sehingga hal ini rawan untuk mencari jalan pintas, yaitu korupsi. Sebab, jumlah itu masih belum seimbang dengan jumlah modal yang dikeluarkan saat kampanye dan jumlah tersebut dipotong keperluan rumah tangga yang ‘tidak terduga’ lainnya.
Pada tahun 2002 pemerintah membentuk lembaga independen yang khusus menangani masalah tindak pidana korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, kinerja yang dilakukan lembaga ini masih sebatas memberantas, belum bisa melakukan pencegahan secara maksimal. Sehingga masih banyak para koruptor yang belum disentuhnya. Survei membuktikan bahwa hanya sebagian kecil para mantan pejabat atau pejabat aktif yang terjerat kasus korupsi, baik masih dalam tahap tersangka maupun sudah terdakwa. Hal ini sangat wajar, karena para pejabat juga perlu mengembalikan uang modal kampanyenya saat pemilu. Untuk itu, pembatasan maksimal dana kampanye sangat cocok jika diterapkan untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi
            Untuk pembatasan maksimal dana kampanye dapat dilakukan dengan langkah pertama yaitu  KPU menetapkan peraturan terkait mekanisme laporan, strandarisasi dan teknis pengaturan dana kampanye. Selain itu dapat dilakukan dengan segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang masih digarap oleh Komisi II DPR RI. Dalam RUU ini diatur dana maksimal yang diperbolehkan untuk setiap calon yang maju dalam Pilkada.
            Kedua, diperlukan tim pengawas yang independen yang bertugas mengawasi dan mengontrol jalanya pemilu khususnya mengawasi dan melaporkan penggunaan keuangan atau dana kampanye setiap kandidat yang ikut dalam pemilu. Tim pengawas ini bisa diambil dari KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi) ataupun LSM seperti ICW (Indonesia Corruption Watch).
            Ketiga, mengumpulkan arus keuangan. Dalam hal ini masing-masing calon atau yang mewakilinya mengumpulkan arus penggunaan keuangan kampanye dengan didukung bukti kepada team pengawas, lalu pengawas menganalisanya lalu menyerahkan laporan tersebut kepada KPU. Dan apabila ada keganjalan dalam laporan tersebut maka pengawas bisa langsung melaporkan kepada KPU, lalu KPU menindak lanjutinya.
            Dengan penerapan gagasan diatas setiap kandidat dari peserta pemilu memiliki jumlah dana kampanye yang sama serta transparasi keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga tercipta keadilan dan menghentikan praktik politik plutokrasi, yakni calon atau tokoh-tokoh yang beruang saja yang akan terpilih dan dikenal masyarakat. Namun dalam hal ini KPU harus menyiapkan ruang publik sebagai saran kampanye bagi semua kandidat peserta pemilu. Hal ini bertujuan agar dapat menghemat dana kampanye yang telah di tetapkan dan menciptakan keadilan berkampanye.
            Penyediaan ruang publik dapat dilakukan dengan menyediakan waktu dan ruang di televisi secara gratis yang disiarkan secara bersamaan dan serentak di semua stasiun televisi. Dengan disediakan wadah di televisi, setiap kandidat memiliki kesempatan yang sama untuk mempromosikan dirinya dan mengurangi biaya kampanye yang lebih bersifat hura-hura dan tidak mendidik masyarakat dalam menentukan pilihannya. Ruang dan tempat di media koran/majalah juga bisa menjadi tempat yang dipilih oleh pemerintah.
Contoh solusi yang kedua adalah memberikan ruang publik yang sama bagi kandidat peserta pemilu untuk memperlihatkan visi dan misinya. Selama ini, setiap masa kampanye menjelang pemilu, ruang publik kita dibanjiri oleh poster, spanduk dan iklan kandidat peserta pemilu. Dengan melarang semua bentuk kampanye seperti itu, semua kandidat mempunyai hak yang sama dalam “dinding kampanye” yang disediakan pemerintah. Di lain pihak, kandidat tidak perlu lagi berperang poster, spanduk, umbul-umbul dan atribut lainnya di ruang public.

PENUTUP
Dalam mengatasi masalah korupsi di negara ini, perlu adanya upaya untuk mencegah sebelum korupsi itu terjadi. Salah satu upaya yang ditawarkan adalah dengan pembatasan dana maksimal kampanye. Upaya ini berawal dari masalah gaji seorang pejabat yang lebih kecil dibanding dengan dana yang telah dikeluarkan untuk kampanye. Sehingga terjadi kerawanan pejabat untuk mengambil jalan pintas yaitu korupsi untuk setidaknya mengembalikan dana kampanye yang telah dikeluarkan.
Dengan demikian, gagasan di atas sangat penting dan bermanfaat bagi Negara ini dalam rangka memberantas mafia korupsi. Sebab, selama ini pemerintahan masih belum maksimal dalam hal memberantas korupsi, bahkan masih sebatas memberantas, tetapi belum mencapai atau belum memiliki formula dalam mencegah terjadinya korupsi. Untuk itu, gagasan ini sangat tepat jika diimplementasikan ke dalam pelaksanaan pemilihan umum di negeri ini.

DAFTAR RUJUKAN
Ainun, Yatimul. 13 Maret 2013. Lima Pasangan Calon Rebutkan Gaji Wali Kota Rp 12 Juta. Kompas, (Onine), (http://www.kompas.com), diakses pada 27 April 2013.

Yohanes, David. 13 Maret 2013. Ongkos Politik Cawali Malang Tak Sebanding Gaji Wali Kota. Surya, (Online), (http://www.surya.co.id), diakses pada 27 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar