KESENIAN
BANTENGAN SEBAGAI BUDAYA ASLI KEBANGGAAN MASYARAKAT
Oleh
: Ali Sunarno , dkk
Abstrak:
Indonesia adalah bangsa yang
mempunyai ragam kebudayaan yang bermacam- macam. Seni tradisional yang tetap
ada sampai saat ini, perlunya diperkenalkan dan dilestarikan oleh masyarakat
Indonesia, sebagai sampel Kesenian Bantengan yang berada di Kecamatan Tumpang
Kabupaten Malang.
Kata kunci : Kesenian Bantengan, Seni
tradisional Malang, Pelestarian Kesenian.
A. Pengantar
Menurut
pandangan Arnold (Jenks, 2013: 26), Kebudayaan yaitu kajian tetang
kesempurnaan, menuntut kita… untuk memahami kesempurnaan manusia yang sesungguhnya
sebagai kesempurnaan yang harmonis yang membangun semua sisi kemanusiaan kita
dan sebagai kesempurnaan umum, yang membangun semua bagian masyarakat kita.
Menurut Tylor (Jenks, 2013: 44), Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks
yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan serta kebiasaan- kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai
seorang anggota masyarakat. Menurut pandangan Malinowski (Jenks, 2013: 57)
menyebut kebudayaan sebagai warisan sosial. Dari ketiga pandangan tersebut
dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan hasil dari tingkah laku atau
warisan sosial manusia yang mempunyai nilai tinggi dalam kehidupannya.
Indonesia
merupakan bangsa yang memiliki beragam kebudayaan, salah satu unsurnya yaitu
kesenian. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki kesenian khas yang
berbeda-beda dengan daerah lain. Di Malang misalnya, selain Tari Topeng juga
berkembang seni Bantengan.
Seni
Bantengan telah ada sejak jaman Kerajaan Singasari dengan adanya relief di
situs Candi Jago Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. Walaupun pada masa
tersebut bentuk kesenian Bantengan belum seperti sekarang, yaitu berbentuk topeng
kepala bantengan yang menari. Kesenian ini berkembang pesat sejak tahun 1960-an
ketika masa Orde Lama. Setiap perayaan atau pawai hari ulang tahun kemerdekaan
senantiasa ditampilkan bersama dengan tari Liang Liong. Kesenian Bantengan pada
awalnya selalu dihadirkan pada tiap acara selamatan, suroan serta acara-acara
hajatan masyarakat Jawa Timur khususnya warga Malang. Festival tahunan yang
menjadi event ikon kota juga sering diadakan setiap tahunnya.
Seni Tradisional
Bantengan, merupakan sebuah seni pertunjukan
budaya tradisi yang menggabungkan unsur sendra tari,
olah kanuragan, musik, dan syair atau mantra yang sangat kental dengan
nuansa magis. Kesenian Bantengan yang berkembang dimasyarakat saat ini,
sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat tersebut sejak duhulu kala. Namun seiring dengan pesatnya jenis
hiburan lainnya, seni Bantengan mengalami penurunan.
Perkembangan
kesenian Bantengan mayoritas hanya berada di masyarakat pedesaan atau wilayah
pinggiran kota di daerah lereng pegunungan di Jawa Timur tepatnya di
Bromo-Tengger-Semeru, Arjuno-Welirang, Anjasmoro, Kawi dan Raung-Argopuro.
Oleh karenanya kesenian ini membutuhkan perhatian yang serius dari berbagai
lini masyarakat, yang berkepentingan untuk ikut bertanggung-jawab. Dengan
ditulisnya artikel ini diharapkan sebagai pengetahuan dan motivasi untuk membangun kembali Kesenian Bantengan agar
mampu mampu menjadi salah satu budaya
asli kebanggaan masyarakat diantara himpitan kebudayaan asing.
B. Gambaran
Umum Kesenian Bantengan
Seni
tradisional Bantengan adalah sebuah seni
pertunjukan budaya tradisi yang menggabungkan
unsur sendratari, olah kanuragan, musik, dan syair (mantra) yang sangat
kental dengan nuansa magis. Pemain Bantengan
yakin bahwa permainannya akan semakin menarik apabila telah masuk
tahap trance yaitu tahapan pemain
pemegang kepala Bantengan menjadi kesurupan arwah leluhur
banteng (Dhanyangan). Setiap grup Bantengan minimal mempunyai dua
Bantengan seperti halnya satu pasangan yaitu Bantengan jantan dan betina.
Permainan
kesenian Bantengan dimainkan oleh dua orang yang berperan
sebagai kaki depan sekaligus pemegang kepala bantengan
dan pengendali tari Bantengan serta kaki belakang yang juga berperan sebagai
ekor Bantengan. Kostum Bantengan biasanya terbuat dari kain hitam dan topeng
yang berbentuk kepala banteng yang terbuat dari kayu serta tanduk asli banteng.
Bantengan selalu diiringi oleh sekelompok orang yang memainkan musik khas
Bantengan yaitu alat musik berupa gong, kendang, dan lain-lain. Biasanya lelaki
bagian depan akan kesurupan dan orang yang di belakangnya akan mengikuti setiap
gerakannya. Tak jarang orang di bagian belakang juga ikut kesurupan, tetapi
sangat jarang terjadi orang yang di bagian belakang kesurupan sedangkan bagian
depannya tidak.
Bantengan
dibantu agar kesurupan oleh orang (laki-laki) yang berpakaian serba merah yang
biasa disebut abangan dan kaos hitam yang biasanya disebut irengan.
Bantengan juga selalu diiringi oleh Macanan. Kostum Macanan ini terbuat dari
kain yang diberi pewarna (biasanya kuning belang oren), yang dipakai oleh
seorang lelaki. Macanan biasanya membantu Bantengan kesurupan dan menahannya
bila kesurupannya sampai terlalu ganas. Namun tak jarang Macanan juga
kesurupan.
Ornamen
yang terdapat di Bantengan yaitu:
1.
Tanduk
(banteng, kerbau, sapi, dan lain-lain)
2.
Kepala
banteng yang terbuat dari kayu berukir menyerupai kepala banteng (waru, dadap,
kemiri, nangka, loh, kembang, dan lain-lain)
3.
Mahkota
Bantengan, berupa sulur wayangan dari bahan kulit atau kertas
4.
Klontong
(alat bunyi di leher)
5.
Keranjang penjalin (rotan),
sebagai badan (pada daerah tertentu hanya menggunakan kain hitam sebagai
badan penyambung kepala dan kaki belakang)
6.
Gongseng
kaki
7.
Keluhan
(tali kendali)
Dalam setiap pertunjukannya (disebut gebyak),
Bantengan didukung beberapa perangkat, yaitu:
1. Dua orang Pendekar pengendali kepala
bantengan (menggunakan tali tampar).
2. Pemain jidor, gamelan (dua gong,
kendang, dan kenong), pengrawit, dan sinden. Minimal satu orang pada setiap
posisi.
3. Sesepuh, orang yang dituakan.
Mempunyai kelebihan dalam hal memanggil leluhur Banteng (Dhanyangan) dan
mengembalikannya ke tempat asal.
4. Pamong dan pendekar pemimpin yang
memegang kendali kelompok dengan membawa kendali yaitu pecut(cambuk).
5. Minimal ada dua Macanan dan satu
Monyetan sebagai peran pengganggu Bantengan.
C.
Hasil
Observasi
Biografi
Narasumber
Narasumber
1
Nama :
Samsuri
Umur :
28 tahun
Jenis Kelamin :
Laki-Laki
Pendidikan :
SD
Agama :
Islam
Alamat :
Jl. Kertanegara Tumpang Malang
Pak Samsuri telah
menekuni kesenian Bantengan ini sejak sekitar tujuh tahun yang lalu. Berawal
hanya ikut-ikutan, kemudian Pak Samsuri menjadikan kesenian Bantengan ini
sebagai hobi, dan bahkan pada saat ini beliau telah benar-benar mendalami
Kesenian Bantengan.
Pak
Samsuri menilai bahwa Kesenian Bantengan memiliki arti tersendiri di dalam
hidupnya. Ia menyukai Kesenian Bantengan karena ia dapat mengenal seni secara
lebih dalam khususnya kesenian asli
daerah. Selain itu, disisni ia juga dapat belajar karya seni lain yang berhubungan dengan kesenian Bantengan
seperti membuat Pecut.
Meskipun
demikian kesenian bantengan tidak menjadi pekerjaan utama dari pak Samsuri. Hal
ini dikarenakan kesenian bantengan hanya tampil pada acara-acara tertentu, dan
itupun tidak rutin. Pendapatan dari kesenian Bantengan tidak seberapa, bahkan
dalam sebuah pertunjukan pernah juga tidak dibayar dengan uang dan hanya
dibayar dengan makanan.
Terkadang pada saat
pementasan Bantengan timbul beberapa masalah baik dengan pemain maupun dengan
penonton. Hal ini menurut pak Samsuri pernah terjadi ketika pemain Bantengan
sedang kesurupan dan tidak bisa dikendalikan oleh penjaga sampai mengenai
penonton yang ada di sekitarnya. Insiden ini menimbulkan tawuran antara penjaga
dan penonton yang terkena tadi.
Dibalik
ketidakpastian akan bayaran dan beberapa insiden yang terjadi dalam pertunjuk
kesenian Bantengan, terdapat cerita unik yang dialami khususnya oleh pak Samsuri.
Saat itu pemain yang sedang kesurupan tiba-tiba meminta diantar ke penjual
bakso dan meminta baksonya. Selain itu pemain yang kesurupan pernah juga meminta
agar kepalanya dipegang oleh wanita cantik yang menonton.
Menurut pak Samsuri
kesenian Bantengan mampu bertahan hingga sekarang karena ini merupakan kesenian
yang harus dijaga kelestarianya dan jangan sampai punah. Selain itu nilai
filosofis yang terkandung dalam kesenian Bantengan ini menjadikan masyarakat
lebih mencintai dan melestarikan kesenian Bantengan. Hal ini terbukti dengan
tanggapan positif masyarakat terhadap kesenian Bantengan yang setiap kali penampilanya
selalu disaksikan banyak penonton.
Dalam
perkembanganya kesenian Bantengan mengalami tambahan kreasi agar tidak terkesan
monoton dan lebih menarik penonton. Pada saat ini, kesenian Bantengan biasa ditampilkan
dengan disertai Kuda Lumping. Kesenian Bantengan di tampilkan pada acara
tertentu yang dianggap sakral seperti pada malam jum’at legi dan upacara di Tengger.
Namun ada juga penampilan Bantengan yang hanya bersifat hiburan yaitu seperti
Karnaval dan hajatan warga (khitanan dan nikahan).
Pak Samsuri berharap
khususnya pada anak-anak dan keluarganya agar tetap melestarikan kesenian Bantengan
ini supaya tidak punah di kemudian hari. Ia berpesan demikian karena didalam
kesenian bantengan ini terdapat banyak filosofi dan ilmu yang bekaitan masalah
kehidupan.
Narasumber
2
Nama :
Ihsan Subero
Tanggal Lahir :
12 Oktober 1960
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Agama :
Islam
Alamat :
Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang
Menurut pak Ihsan Subero, kesenian Bantengan ini telah ada
sejak zaman kerajaan Hindu-Budha di Jawa Timur, khususnya pada zaman kerajaan
Singosari. Hal ini terbukti dengan adanya relief yang menggambarkan kesenian
Bantengan di Candi Jago Tumpang Malang. Bantengan menjadi sebuah ikon dari
ketangkasan, kekuatan dan kelincahan. Pada zaman kerajaan Hindu-Budha Bantengan
merupakan suatu ritual yang ditampilkan hanya di waktu-waktu tertentu yang
dianggap sakral (ritual keagamaan). Namun setelah masuknya pengaruh agama Islam
di Indonesia khususnya di wilayah Jawa Timur, Bantengan digunakan oleh para
wali sebagai kesenian yang dipertontonkan kepada masyarakat umum sekaligus
menjadi media dakwah. Mekanisme dakwah dari para wali ini yaitu pertama dengan
menggelar kesenian Bantengan untuk menyedot antusias masyarakat, baru setelah
warga masyarakat berkumpul di sela pertunjukan bantengan di isi dengan
dakwah-dakwah Agama Islam. Inilah menurut pak Subero yang menjadikan Islam
mudah diterima oleh masyarakat sekitar.
Pak Ihsan Subero
menekuni kesenian Bantengan ini sejak tahun 1979, dimana pada waktu itu beliau
mendirikan sanggar seni Dharmawijaya. Pada mulanya, beliau menekuni kesenian
Ludruk, namun dalam perkembanganya juga menekuni kesenian Jaran Kepang, Topengan
dan yang pasti kesenian Bantengan. Kesenian Bantengan mulai dipelajari ketika
pak Subero duduk di bangku sekolah. Selain itu beliau juga mempelajari kesenian
Bantengan dari buku-buku yang beliau baca. Kesenian Bantengan semakin melekat
pada jiwa pak Subero ketika ia melihat guru keseniannya membuat dan memainkan
Bantengan. Dari sisnilah pak Subero belajar tentang kesenian Bantengan. Setelah
itu beliau mengembangkan sendiri kesenian Bantengan yang secara dasar telah ia
miliki sebelumnya dengan cara Otodidak.
Pak Subero memutuskan
untuk menjadi pelaku dalam kesenian Bantengan karena beliau merasa peduli dengan
kesenian asli daerah yang salah satunya berupa kesenian Bantengan. Beliau
beraggapan ”jika tidak anak daerah sendiri yang peduli dengan kesenian asli daerah,
lalu sipa lagi…???”. Beliau juga menkritik mengenai kepedulian pemerintah mengenai kesenian asli daerah yang hanya
gembor-gembor peduli, menjaga, dan melestarikan setelah budaya asli daerah
mulai di klaim oleh negara lain. Tetapi untuk kesenian seperti Bantengan beliau
rasa belum tersentuh oleh kepedulian pihak pemerintah.
Kesenian Bantengan
tidaklah menjadi pekerjaan utama pak Subero. Selain menekuni kesenian ini,
beliau juga bertani untuk mendapatkan penghasilan, malahan petani inilah yang
menjadi pekerjaan utama pak Subero. Beliau berkesenian dengan tujuan hanya untuk
menyalurkan hobinya dan jiwa seni yang terdapat pada dirinya, melestarikan
kebudayaan atau seni daerah, mengisi waktu luang ketika pulang dari sawah dan
hanya sekedar mencari hiburan.
Dalam memainkan
kesenian Bantengan tidak terlepas dari beberapa kendala salah satunya pernah
terjadi saat pementasan berlangsung dan ada pemain yang sedang kesurupan tidak
dapat dikendalikan oleh pawang dan pemegang tali yang mengikat Bantengan,
sehingga timbul sedikit kekacauan pada saat itu. Meskipun demikian terdapat kesenangan
tersendiri ketika dalam pertunjukan kesenian Bantengan terdapat banyak
penonton. Penonton mejadi indikator apakah kesenian Bantengan masih menarik di
masyarakat atau tidak.
Kesenian Bantengan
mampu bertahan hingga sekarang ini dikarenakan masyarakat yang masih menyukai
atraksi dalam kesenian ini. Menurut pak Subero ketertarikan masyarakat akan
kesenian Bantegan disebabkan salah satunya kekasaran dan kelincahan pada saat
penampilanya, khususnya pada saat pemain mengalami kesurupan. Unsur magis inilah
yang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat terhadap kesenian Bantengan
sehingga bertahan hingga saat ini. Selain itu gerakan dari Kesenian Bantengan
yang relatif mudah menjadikan Bantengan mudah dipelajari bahkan oleh anak-anak
sekalipun yang tidak mempunyai latar belakang jiwa seni. Bantengan merupakan
kesenian Asli Jawa Timur yang harus dijaga kelestarianya dan jangan sampai di
geser oleh budaya-budaya barat.
Kesenian Bantengan di
dalam perkembanganya memiliki berbagai fungsi bagi masyarakat. Pada zaman
dahulu, kesenian Bantengan ditampilkan untuk ritual keagamaan Hindu-Budha,
menjadi sarana dakwah di masa masuknya Islam, dan hinga saat ini Bantengan
dijadikan seni yang berfungsi sebagai sarana hiburan bagi masyarakat.
Pada umumnya masyarakat
sekitar memberikan tanggapan yang positif terhadap kesenian Bantengan yang di
lakukan oleh Pak Subero. Hal ini terbukti dari antusiasme masyarakat untuk
menonton Kesenian Bantengan baik saat pertunjukan maupun hanya disaat latihan.
Bahkan warga sekitar mengizinkan anaknya untuk berlatih kesenian bantengan ini.
Namun ada pula yang menganggap bahwa kesenian Bantengan ini termasuk perbuatan
menyekutukan tuhan, karena dalam kesenian Bantengan ini ada ritual pemanggilan
dan peminta izinan terhadap arwah leluhur dengan menggunakan sesaji.
Untuk melanjutkan
kelestarian kesenian Bantengan ini pak Subero mendirikan “Pedhet Jawa Timur”
yang merupakan kelompok kesenian Bantengan khusus untuk anak-anak. Anggota
dalam kelompok ini diajari bermain Bantengan yang nantinya juga dipentaskan. Selain
mendirikan kelompok “Pedhet Jawa Timur”, pak Subero bersama teman-teman pecinta
seni lainya juga merintis acara WTC (Wisata Tumpang Care), yakni sebuah event yang
menjadi wadah untuk menampilkan berbagai kesenian khususnya yang ada di daerah
Tumpang. Acara tahunan ini semata-mata didirikan sebagai upaya untuk
melestarikan budaya asli daerah dan memperkenalkanya kepada dunia luar.
Agar kesenian Bantengan
semakin diminati masyarakat, pak Subero menambahkan kreasi baru dalam kesenian
Bantengan seperti memperindah aksesoris yang di pakai dan mengkolaborasikan
penampilan Bantengan dengan seni tari, Jaran Kepang bahkan dengan kesenian
Topeng agar tidak terkesan monoton dan membosankan.
Pak Subero berharap
kepada generasi muda agar tetap melestarika budaya yang berupa kesenian
Bantengan dan jangan sampai kesenian ini di geser dengan kebudayaan luar yang
kurang mendidik. Beliau juga berharap kepada pemerintah agar lebih peduli
dengan kelestarian budaya atau kesenian daerah.
D.
Kesimpulan
Kesenian Bantengan
merupakan kesenian yang khas berada di Kecamtan Tumpang Kabupaten Malang. Pada
zaman dahulu, kesenian Bantengan ditampilkan untuk ritual keagamaan
Hindu-Budha, menjadi sarana dakwah di masa masuknya Islam, dan saat ini
Bantengan dijadikan seni yang berfungsi sebagai sarana hiburan bagi masyarakat.
Adanya perubahan fungsi dan itu merupakan hasil adaptasi suatu budaya utuk
dapat eksis mengikuti perkembangan dunia. Cara-cara dalam mengembangkan
Kesenian ini patut untuk dijadikan sebuah contoh oleh kesenian lain yang hampir tenggalam. Nilai moral yang
terkadung dalam artikel ini yaitu kesenian itu tidak bisa dikaitkan dengan
materi, agar dengan begitu secara tidak langsung kesenian tersebut dapat
berkembang dengan sendirinya karena munculnya inovasi- inovasi untuk
kreatifitas yang terjadi secara sepontan atau alami.
Lampiran Dokumentasi
Gambar 1.1
Keterangan: Ini merupakan foto bentuk bantengan, yang
tanduknya merupakan tanduk banteng asli dan ini merupakan batengan jantan dan
betina.
Gambar 1.2
Keterangan: Ini merupakan foto macanan yang selalu
mengiringi bantengan, dan macanan ini
biasanya
membantu bantengan jika terjadi kesurupan dan menahannya bila kesurupannya
sampai terlalu ganas.
Gambar 1.3
Keterangan: Ini merupakan foto yang
menggambarkan proses kegiatan permainan Kesenian Bantengan.
Daftar
Rujukan
Jenks, Chris. 2013. Culture Studi Kebudayaan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.