Halaman

Jumat, 31 Mei 2013

TAMBANG PASIR BESI DI PANTAI JOLOSUTRO KECAMATAN WATES KABUPATEN BLITAR

TAMBANG PASIR BESI DI PANTAI JOLOSUTRO KECAMATAN WATES KABUPATEN BLITAR 
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Individu
Mata Kuliah Sumber Daya Alam
Yang dibina oleh Bapak Drs. Dwiyono Hari Utomo, M.Pd, M.Si


Oleh
Ali Sunarno
120741404075








UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Oktober 2012


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pada hakikatnya sumber daya alam merupakan sesuatu yang amat berharga dan harus disyukuri keberadaannya di muka bumi ini, dimana hal tersebut merupakan titipan yang amat berharga dari yang maha kuasa agar dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin oleh manusia. Seperti yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3, dimana dalam pasal ini disebutkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, salah satunya adalah sumber daya mineral yang lebih banyak dipergunakan sebagai bahan baku industri. Pemerintah Republik Indonesia sendiri membagi bahan galian menjadi 3 golongan,antara lain: Bahan galian golongan A (bahan galian strategis), Bahan galian golongan B (bahan galian vital), bahan galian golongan C (bahan galian non strategis dan non vital). Penggolongan tersebut membuktikan bahwa begitu banyak sumber daya mineral yang ada di Indonesia.
 Salah satu sumber daya tersebut adalah pasir besi yang ada di sepanjang jalur pantai selatan Kabupaten Blitar, yaitu dari daerah pantai Jolosutro di Kecamatan Wates sampai pantai Pasur di Kecamatan Bakung. Keberadaan pasir besi tersebut banyak menarik  minat para pengusaha yang ingin mengembangkannya, tapi ditengah keberadaannya tersebut malah menjadi kontroversi di tengah masyarakat, dimana yang menjadi perhatian adalah dampaknya terhadap sekitar, oleh sebabnya penulis akan mencoba menuangkannya dalam sebuah makalah yang berjudul’’ Pertambangan Pasir Besi, Dampak penambangan dan Upaya Pelestarian Lingkungan Pasca Penambangan di Pantai Jolosutro-Kupaten Blitar”.

1.2. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diketahui rumusan masalahnya yaitu:
1.      Bagaimana keberadaan tambang pasir besi di Pantai Jolosutro?
2.      Bagaimana dampak penambangan pasir besi?
3.      Bagaimana upaya pelestarian lingkungan pasca penambangan pasi besi?
1.3 Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1.      Mengetahui keberadaan tambang pasir besi di Pantai Jolosotro.
2.      Mengetahui dampak penambangan pasir besi di Pantai Jolosutro.
3.      Mengetahui upaya pelestarian lingkungan pasca penambangan pasir besi di Pantai Jolosutro.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pertambangan Pasir Besi
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral,batubara, panas bumi, migas, pasi besi dll).
Pada dasarnya pasir besi dikelompokan dalam klasifikasi Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui karena proses pembetukan yang sangat lama. Secara umum pasir besi terdiri dari mineral opak yang bercampur dengan butiran-butiran dari mineral non logam seperti, kuarsa, kalsit, feldspar, ampibol, piroksen, biotit, dan tourmalin. mineral tersebut terdiri dari magnetit, titaniferous magnetit, ilmenit, limonit, dan hematit, Titaniferous magnetit adalah bagian yang cukup penting merupakan ubahan dari magnetit dan ilmenit. Mineral bijih pasir besi terutama berasal dari batuan basaltik dan andesitik volkanik. Kegunaannya pasir besi ini selain untuk industri logam besi juga telah banyak dimanfaatkan pada industri semen.
Di dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia disebutkan bahwa pasir besi adalah bijih laterit dengan kandungan pokok berupa mineral oksida besi. Pasir besi biasanya mengandung juga beberapa mineral oksida logam lain, seperti vanadium, titanium, dan krominum, dalam jumlah kecil.
Pasir yang mengandung bijih besi ini adalah bahan galian yang mengandung mineral besi, yang dapat digunakan secara ekonomis sebagai bahan baku pembuatan besi logam atau baja. Persyaratan utama yang harus dipenuhi adalah kandungan besinya harus lebih dari 51,5 persen

2.2. Keberadaan Pertambangan Pasir Besi di Pantai Jolosutro
Pasir besi merupakan salah satu bahan industri yang potensial yang ada di Indonesia, Begitu kayanya pasir besi di wilayah ini, khususnya di daerah pantai selatan Kabupaten Blitar. Secara geografis dan administratif, ada 3 wilayah kecamatan di Blitar selatan yang memiliki pantai dan berpotensi sebagai tabang pasir  besi. Antara lain, Kecamatan Wates, Panggungrejo dan Kecamatan Bakung. Untuk di Kecamatan Wates lokasi eksploitasi pasir terdapat di kawasan pantai Jolosutro di Desa Ringinrejo.  Pantai ini terletak di sebelah selatan Kabupaten Blitar, dengan jarak 60 km dari ibu kota kabupaten. Selain potensi wisata, potensi pasir besi yang dimiliki oleh Pantai Jolosutro ini banyak menarik minat para pengusaha yang ingin menambang.
Sekitar satu tahun yang lalu, keberadaan potensi pasir besi yang melimpah di pesisir pantai Jolosutro menarik minat perusahaan untuk menambangnya. Setelah melakukan beberapa penelitian dan pertimbangan-pertimbangan akhirnya sebuah perusahaan mendirikan area pertambangan di wilayah ini. Awalnya pendirian tambang ini di sambut baik oleh warga sekitar, karena mereka menganggap dengan adanya tambang di daerah mereka akan menyerap banyak tenaga kerja yang berasal dari warga.
2.3. Kegiatan Penambangan Pasir Besi di Pantai Jolosutro
Kegiatan penambangan pasir besi di daerah ini sehari-hari dikerjakan oleh sekitar 10 pekerja,dimana ada pekerja yang bertugas sebagai pengeruk pasir, pengoperasi mesin penyedot pasir yang masih bercampur dengan pasir biasa, pengoperasi mesin pemisah antara pasir besi murni dengan pasir biasa, dan beberapa orang yaang bertugas memindah pasir besi ketempat penampungan sementara dan memuat ke dalam truk.
 Para penambang di pertambangan ini kebanyakan menggunakan alat-alat modern, untuk mengeruk pasir besi atau sejenis becko (escavator). Tapi ada juga yang masih menggunakan alat-alat tradisional seperti sekop dan cangkul. Sebenarnya kedua alat yang digunakan para penambang ini sama-sama punya kelebihan dan kelemahan, alat tradisional memungkinkan para penambang untuk bekerja lebih lama (menyerap tenaga kerja) dan tidak merusak lingkungan, sedangkan alat modern tidak  menyerap tenaga kerja karena hanya mengoperasikan seorang operator dan cenderung merusak lingkungan, karena alat modern tersebut mengangkutnya kesana kemari dan cenderung merusak jalan dan infrastruktur lainnya.
2.4. Dampak penambangan pasir besi di Pantai Jolosutro
1. Menurunnya kualitas udara
Pada tahap awal penambangan  aktifitas yang dilakukan meliputi pembersihan lahan, pembuatan jalan tambang , pembangunan sarana tambang, pembangunan pengelolaan instalasi pasir besi, yang dipastikan akan meningkatkan kadar debu di lingkungan sekitar. Intensitas ini dipastikan akan bertambah pada tahap operasi tambang. Terutama ketika pengangkutan hasil tambang oleh truk-truk yang hilir mudik, hal ini tentu akan meningkatkan sebaran debu dan gas dari knalpot truk di sekitar tambang dan sepanjang jalan arus mobilitas angkutan tersebut sehingga akan mengganggu kualitas udara masyarakat di sekitar lokasi tambang. Tingkat polusi debu akan semakin tinggi pada saat siang hari dimana angin bertiup dari laut ke arah daratan (pemukiman warga). Hal ini tentu saja akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat, mereka terancam penyakit ISPA (Infeksi saluran Pernafasan Akut), TBC, dan lain-lain.
2. Kebisingan
Kegiatan tambang pasir besi pada tahap prakonstruksi berupa mobilisasi alat-alat berat yang banyak jumlahnya. Dipastikan ini akan meningkatkan kebisingan di areal tambang dan pemukiman masyarakat di sekitar Jolosutro. Tingkat kebisingan akan semakin bertambah ketika operasional pertambangan mulai berjalan normal ketika mesin tambang mengerjakan tugasnya. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi ketenangan warga disekitar Jolosuto saat beristirahat.
3. Abrasi Pantai
Harus diakui aktifitas pertambangan juga akan mempengaruhi struktur pantai Jolosutro dimana keadaan pasir pantai yang habis karena ditambang menyebabkan kondisi pantai menjadi landai, ancaman akan meningkat khususnya pada saat air laut pasang dan gelombang besar serta tinggi akan membuat bentuk pantai berubah. Kondisi ini diakui oleh perusahaan sulit dipulihkan karena membutuhkan biaya besar. Masyarakat yang terkena dampak langsung adalah mayarakat sekitar Jolosutro. Dan jika terjadi pasang ataupun gelombang besar kemungkinan air laut akan sampai ke perumahan warga.
4. Menurunnya Kualitas Air
Kegiatan pertambangan dipastikan akan mengurangi kualitas air laut, air tanah (sumur) dan kualitas air permukaan Danau (Sunglon) pengolaan pasir besi membutuhkan banyak air untuk memisahkan pasir besi murni dengan pasir biasa, yang menghasilkan pasir besi dan limbah. Limbah dari pengolaan ini tentu akan mempengaruhi kadar air yang ada di sekitar pemukiman warga. Sumber negatif lainnya adalah pengoperasian bengkel. Perawatan alat berat tambang pasir besi dipastikan akan menghasilkan pelumas bekas. Sisa oli bekas ini jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mencemari air danau dan sumur warga, serta air laut di lingkungan tambang. Hal ini terbukti dibanyak pertambangan yang dengan ceroboh membuang begitu saja pelumas bekas mereka ke danau, laut atau berceceran di tanah.
5. Kerusakan Jalan
Jalur angkut pasir besi hasil tambang melalui jalan Raya Desa Ringinrejo Kecamatan Wates. Jalan ini merupakan jalan negara dengan dapat dilalui kendaraan dengan muatan maksimal 10 ton. Pada tahap pengoperasian tambang setiap hari ada sekitar 15 truk pengangkut  pasir besi dengan kapasitas 20 ton per unit. Kondisi ini dapat merusak jalan di sepanjang route pengangkutan sebab, maksimal berat jalan route tersebut adalah 10 ton.

6. Biota Air
Dampak terhadap biota air merupakan dampak tak langsung akibat kegiatan tambang pasir besi. Sumber dampak berasal dari perubahan kulitas air akibat limbah pengolahan pasir. Sumber lainnya adalah karena tirisan penumpukan pasir besi, air limbah bekas pelumas dari kegiatan bengkel. Kondisi ini akan menurunkan jumlah ikan, udang, kepiting, yang merupakan mata pencaharian masyarakat pesisir Pantai Jolosutro yang sebagian besar nelayan.
7. Pendapatan Masyarakat
Perusahaan mengklaim aktifitas pertambangan mereka dapat merekrut tenaga kerja dari warga lokal, selanjutnya masyarakat sekitar tambang dapat membuka warung dan sebagainya. Namun, perlu diingat sedikit sekali, jika tidak mau dikatakan tidak ada, warga setempat yang memiliki keahlian di bidang pertambangan artinya, mereka akan dijadikan buruh kasar saja, yang sewaktu-waktu dapat mereka PHK dengan beragam alasan. Selain itu, proses ini akan membuat masyarakat meninggalkan profesi asal mereka yang awalnya nelayan, menjadi pekerja buruh di perusahaan yang biasanya mereka tidak memiliki posisi yang tinggi ataupun hanya di gaji rendah. Ini banyak terjadi di pertambangan-pertambangan lain di Indonesia.
8. Menurunya Wisatawan Pantai
            Wisatawan pantai akan jelas menurun dengan adanya penambangan pasir besi di wilayah Pantai Jolosutro. Hal ini terjadi karena lokasi wisata terutama keadaan pasir pantai yang telah berubah akibat penambangan ditambah polusi udara dan suara bising dari mesin penambang. Selain itu akses jalan yang rusak akibat hilir mudik truk pengangkut membuat wisatawan enggan untuk berwisata ke Pantai Jolosotro.



BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Setiap kegiatan pastilah menghasilkan suatu akibat, begitu juga dengan kegiatan eksploitasi bahan tambang, pastilah membawa dampak yang jelas terhadap lingkungan dan juga kehidupan di sekitarnya, dampak tersebut dapat bersifat negatif ataupun positif, namun pada setiap kegiatan eksploitasi pastilah terdapat dampak negatifnya, hal tersebut dapat diminimalisir apabila pihak yang bersangkutan bertanggung jawab terhadap pengolahan sumber daya alamnya dan juga memanfaatkannya secara bijaksana.
Dampak negatif Penambangan  Pasir Besi di Pantai Jolosutro desa Ringinrejo, kecamatan Wates, Kabupaten Blitar
1.      Menurunnya kualitas air
2.      Kebisingan
3.      Abrasi pantai
4.      Menurunnya kualitas air
5.      Kerusakan Jalan
6.      Biota air
7.      Pendapatan masyarakat
8.      Menurunya Wisatawan Pantai
Jika dilakukan penelitian secara mendalam, akan banyak sekali dampak buruk dan daya rusak yang disebabkan oleh pertambangan ini.
Mengandalkan pengerukan Sumber Daya Alam (SDA) sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah satu bentuk kebijakan  pemerintahan daerah yang tidak kreatif dan solutif. Sebab pertambangan tidak saja membawa berkah bagi sipemiliknya namun juga bencana besar akibat daya rusak yang diakibatkan, baik kerusakan lingkungan, kerusakan sosial, budaya masyarakat menjadi lebih konsumtif dan masih banyak lagi.
3.2.Saran
Dengan berbagai macam dampak negatif penambangan pasir besi di kawasan Pantai Jolosutro khususnya terhadap kualitas lingkungan, maka perlu adanya upaya pelestarian terhadap lingkungan tersebut.
Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh penambang pasir dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan, untuk dilakukan tindakan-tindakan tertentu sebagai berikut :
1. Pendekatan teknologi,  yaitu pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan pasir besi sehingga akan mengurangi keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki dan masyarakat pengguna jalan lain akan terhindar dari ruang udara yang kotor. Menggunakan masker debu  agar meminimalkan risiko terpapar/terekspose oleh debu pasir dan gas buang mesin dan kendaraan pasir besi .
2. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan. Upaya penghijauan kembali bekas penambangan pasir besidengan penanaman bakau dan mangrove serta tanaman pantai lainya secara terpadu untuk mencegah terjadinya abrasi pantai.
3. Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan penambangan pasir besi tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku atau peraturan perundang-undangan.
4. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk membina dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku dan membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.


DAFTAR RUJUKAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar